tifapapua – Papua Barat menyimpan banyak rahasia yang terbungkus dalam kabut pegunungan dan alunan musik tradisional. Salah satu harta terpendamnya adalah seni tari masyarakat Arfak, yang bukan hanya sekadar gerakan tubuh semata, melainkan pancaran dari mitos lokal yang melandasi seni tradisional mereka. Tarian ini tidak lahir dari kekosongan, tapi berasal dari kisah-kisah turun-temurun yang dipercaya menghubungkan dunia manusia dengan roh leluhur dan alam semesta.
Akar Mitos dalam Tradisi Suku Arfak
Suku Arfak, yang mendiami Pegunungan Arfak di Manokwari, Papua Barat, hidup sangat dekat dengan alam. Kepercayaan mereka terbentuk dari hubungan spiritual dengan hutan, air, binatang, dan gunung yang mengelilingi kehidupan mereka. Dari hubungan inilah muncul berbagai mitos lokal yang diwariskan secara lisan, penuh pesan moral, simbol, dan kepercayaan akan roh leluhur.
Salah satu mitos paling dikenal adalah tentang roh penjaga hutan bernama Sineik. Masyarakat percaya bahwa roh ini akan datang melalui kabut tebal saat malam purnama untuk mengawasi perilaku manusia. Jika manusia hidup tidak selaras dengan alam, Sineik akan “berbisik” lewat mimpi kepada penatua kampung. Mitos inilah yang kemudian menginspirasi gerakan menunduk dan menoleh dalam tarian Tumbu Tanah, sebagai simbol penghormatan kepada entitas gaib penjaga alam.
Ketika Cerita Jadi Gerakan: Simbolisme dalam Tarian
Tak seperti tari modern yang kadang mengejar estetika semata, tarian tradisional Arfak sarat dengan makna tersembunyi. Setiap langkah kaki, hentakan, dan arah pandang penari merupakan tafsir dari kisah-kisah yang hidup di benak kolektif masyarakat. Misalnya, gerakan memutar dalam lingkaran yang rapat melambangkan persatuan antar keluarga besar, sedangkan suara nyanyian tanpa alat musik disebut sebagai panggilan roh nenek moyang.
Nyanyian tersebut biasanya mengandung bait-bait seperti, “Ines kweri bea, roke manam sui,” yang berarti “Angin membawa pesan, dari leluhur yang tak terlihat.” Kalimat itu berasal dari mitos tentang roh pendiri kampung yang bisa datang dalam bentuk angin dan burung untuk menyampaikan peringatan atau restu. Maka, dalam tarian, suara mendesir angin sering ditirukan lewat gerakan tangan menyapu perlahan di udara.
Ritual dan Tarian: Sebuah Perjalanan Spiritual
Salah satu aspek paling mistis dari seni tradisional Arfak adalah bagaimana tarian dijadikan sebagai sarana ritual untuk “berbicara” dengan alam. Tarian tidak dipentaskan sembarangan, tetapi hanya dalam waktu-waktu tertentu, seperti saat panen melimpah, pernikahan suci, atau kemunculan bintang tertentu di langit malam yang diyakini sebagai tanda kehadiran leluhur.
Para penari akan mengenakan busana adat yang terbuat dari kulit kayu dan hiasan bulu cenderawasih, yang juga dipercaya memiliki kekuatan magis. Mereka menari sambil membakar daun-daunan tertentu yang mengeluarkan aroma khas—sebagai persembahan untuk roh penjaga gunung. Ritual ini dipandu oleh seorang tetua yang memahami mitos-mitos dengan sangat dalam, dan dipercaya sebagai penyambung pesan antara dunia manusia dan dunia roh.
Mengapa Mitos Itu Bertahan?
Di tengah arus modernisasi dan pengaruh budaya luar, banyak kebudayaan lokal yang mulai luntur. Namun, masyarakat Arfak menunjukkan keteguhan dalam mempertahankan tradisinya. Salah satu alasan kuat mengapa mitos lokal ini tetap bertahan adalah karena ia menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas mereka. Mitos bukan sekadar dongeng untuk anak-anak, melainkan peta moral, spiritual, dan sosial yang menjadi pedoman dalam menjalani hidup.
Anak-anak Arfak sedari kecil diajarkan kisah-kisah leluhur melalui tarian dan nyanyian. Mereka tidak hanya menghafal gerakan, tetapi juga memahami cerita yang melatarbelakanginya. Ini membuat mereka tumbuh dengan kesadaran budaya yang tinggi serta rasa hormat mendalam pada lingkungan sekitar.
Revitalisasi Lewat Dokumentasi dan Panggung Nasional
Beberapa tahun terakhir, berbagai komunitas budaya dan akademisi mulai melakukan dokumentasi terhadap tarian dan mitos masyarakat Arfak. Tujuannya adalah mencegah hilangnya nilai-nilai budaya yang tidak pernah tercatat di buku sejarah. Tarian-tarian seperti Dansa Tumbu Tana dan Dansa Uwak mulai diperkenalkan ke panggung nasional sebagai bentuk edukasi publik tentang warisan mistis Papua Barat.
Namun, tetap dijaga agar esensi spiritualnya tidak hilang. Para penari tetap melibatkan tetua adat dalam proses kreatif, memastikan bahwa setiap penampilan masih memiliki jiwa dan restu dari leluhur.
Mitos Lokal yang Melandasi Seni Tradisional
Dalam tarian masyarakat Arfak, kita tidak hanya melihat seni, tetapi juga membaca mitos yang bergerak dalam diam. Melalui gerakan, nyanyian, dan simbol yang penuh makna. Kita diajak menyelami alam spiritual yang sudah ratusan tahun menyatu dengan kehidupan masyarakat Papua Barat.
Mitos lokal yang melandasi seni tradisional ini bukanlah cerita usang, tapi nyawa dari sebuah warisan budaya yang terus hidup dan berdansa dalam kabut Arfak yang abadi.